Aku cukup mengenal gadis itu, kurasa. Akhir-akhir ini dia sering menggunakan jasaku walaupun tidak untuk waktu yang lama. Tapi waktu yang singkat itu membuatku ingin selalu melihatnya. Aku tak tahu kenapa dia memilihku, padahal masih banyak yang lebih baik. Aku merasa beruntung bisa bertemu dengannya.




Tetesan-tetesan hujan sore itu menghujam tubuhku yang berlari kecil  Aku tak peduli pakaianku mulai basah. Aku senang hujan bulan November kali ini. Aku terus berlari kecil menuju sebuah toko kue. Yap, “Royal Bakery” nama tokonya. Royal Bakery selalu menjadi tempat favoritku saat sedang senang. Kuseka wajahku yang basah karena hujan begitu sampai di etalase toko. Aku berhenti sejenak. Kuhirup aroma kue dan hujan yang bercampur jadi satu. Menyenangkan.
Judul      : Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis   : Pidi Baiq
Penerbit : Mizan
Genre     : Romance
Tebal      : 332 Halaman
ISBN      : 978-602-7870-41-3

Ga tau kenapa milih novel ini buat di resensi. Suka aja sama alur, sudut pandang, dan gaya penulisnya. Sebenarnya novel ini punya lanjutan dengan judul yang sangat mirip sekali, Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1991. Tapi aku bakal ngasih resensi dari sudut pandangku untuk yang novel pertama saja. Aku kurang suka yang kedua, mungkin karena endingnya yang ga bahagia *nangis sambil meluk guling. Yuk lanjut pir.... *ehhh.

Yap...skripsi atau disebut juga Tugas Akhir (TA) adalah salah satu syarat untuk lulus dari sebuah perguruan tinggi. Setelah melewati tahun-tahun dengan mata kuliah akhirnya tugas akhir ini harus aku ambil. Dulu waktu masih awal kuliah, aku selalu mikir pasti enak deh jadi mahasiswa tingkat akhir. Udah ga ada kuliah, palingan cuma sibuk ngurus skripsi. Tapi itu dulu ya, kenangan empat tahun yang lalu. Sekarang status udah jadi mahasiswa tingkat akhir. Rasanya pengen balik ke masa-masa semester awal. Ga apa-apa deh banyak tugas asal ga ada skripsi. Rasanya pengen lulus kuliah tanpa harus ngelewatin skripsi. But the fact is impossible.