NanoNa Blog

Weekend. Kamu pergi ke mana? Aku Bosan. Stock buku bacaan udah habis. Nasib. Aku memutuskan pergi jalan aja. Wah itu bagus. Gemana kalo sekalian piknik? Wah itu lebih bagus lagi. Ya, mungkin aku butuh piknik biar ga panik kalo pas bosen. Atau aku memang butuh piknik biar makin cantik. Halahhh...yang mana aja boleh deh. Sekedar untuk menghilangkan jenuh, bolehlah. Apalagi setelah selesai seminar proposal dan mendapat hadiah revisian (lagi), aku memang butuh piknik. 

Tapi daripada disebut piknik, kayaknya ini lebih tepat disebut mencari suasana baru dari kehidupan yang akhir-akhir ini hanya itu-itu saja. Iya, suasana baru yang jauh dari kehidupan kota Samarinda dan segala isinya. Jadi di mana cari suasana barunya? Ga jauh-jauh banget ko. Jaraknya sekitar 30 km dari pusat kota. Tapi karena letaknya cukup di pinggiran kota, pasti suasananya beda. Tempat ini dikenal dengan nama Puncak Samarinda.

Aku sudah cukup lama tau tentang tempat ini dari instagram. Yah maklum, warga Samarinda selalu haus hiburan. Dan dengan pesonanya, puncak Samarinda lumayan ngehitz bagi muda-mudi macam aku ini. Berhubung teman ada yang ngusulin buat datang ke sini, dan didorong oleh rasa penasaran dan bosan, akhirnya pergilah kami untuk bertamu ke puncak Samarinda.

Karena kami akan berburu sunrise, maka kami harus berangkat pagi-pagi sekali. Tak tanggung-tanggung, kami berangkat jam 4 subuh. Ga kecepetan tuh? Ga, kalo melihat jalanan yang ga semulus paha personel SNSD. Walaupun ada semenisasi, tapi ada beberapa titik jalan yang berbatu, bergelombang, dan berbahaya. Tapi demi mendapat suasana baru, lanjut gan. Walau udara dingin, pake jaket gan. Dan....kami sampai di lokasi sekitar jam 5.

Waktu sampe, masih gelap banget. Hanya ada bintang-bintang yang terlihat masih bercahaya di langit. Dari lokasi pasti tau kenapa namanya puncak Samarinda. Iya, karena letaknya di dataran yang tinggi. Baidewe, ada jasa penginapan juga loh. Semalam Rp. 50.000/orang. Terbukti, ada banyak orang yang menginap. Denger-denger bisa camping juga di puncak Samarinda ini. Setelah berbasa-basi dengan pemilik penginapan, kami memutuskan untuk menumpang sholat karena sudah masuk waktu sholat subuh. Dan untungnya dibolehin. 

Selesai sholat, sekitar  jam 5.30, kami naik ke rumah yang disediakan, yang posisinya lebih tinggi lagi. Tanpa ba-bi-bu kami langsung pasang posisi, menunggu sang mentari muncul dan memancarkan sinarnya. Naik ke rumah ini bayar loh, Rp. 10.000/orang. Oh iya jangan lupa, parkir juga bayar Rp. 5.000/motor. Kalo mobil, kurang tau. Selebihnya biar foto yang berbicara.

Kalo sekedar cari suasana baru, aku rasa puncak Samarinda cukup lah. Udaranya masih sejuk, dingin, lestari. Ditambah embun pagi yang kelihatan seperti awan-awan tipis. Apalagi kalo bisa menyaksikan sunrise, wah cukup menghibur hati. Mungkin yang biasa pergi ke gunung bakal bilang suasananya biasa aja. Tapi ini Kaltim bro, tempat tinggi macam ini sudah cukup menghibur, bisa liat sunrise lagi, ya senang.

Yap itu tadi cerita mencari suasana barunya. Ga jauh, ga mahal, dan ga terlalu bikin cape, ya walaupun bela-belain bangun dini hari buat berangkat. Liat hamparan hijau pepohonan, semburat jingga sinar matahari, putih embun  dikejauhan, birunya langit, semua berpadu jadi satu. Menciptakan sebuah lukisan realistis Yang Maha Kuasa. Ah... nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?