Ketika Dia Telah Pergi

0 Comments

Ilalang yang dulu gemulai
Kini menguning dan lunglai
 Hari pun berlalu
Ilalang mati layu
Meninggalkan sayatan hidup
Dengan butir-butir bening
***
Entah berapa banyak putaw yang sudah gue suntikan ke tubuh gue.Gue ga ingat.Yang jelas gue ngerasa nikmat banget.Serasa terbang.Gue pandangi ruangan kamar gue yang remang-remang.Asap rokok membuat ruangan terasa sesak.Gue mencoba menyalakan lampu dan seketika ruangan kamar menjadi terang.Dengan agak menyipit gue pandangi keadaan dalam kamar gue.Berantakan.Bungkus-bungkus putaw dan beberapa alat suntik tampak berserakan.Tampak seseorang terbaring lemah di samping alat suntik.Ines.Di situ lo.
Tiba-tiba terdengar nafas Ines yang tersengal.Gue hampiri Ines yang tampak kejang-kejang.Gue dudukkan dia.Tangannya memegang dada sambil menatap gue dengan muka pucatnya.Dia tidak berbicara.Hanya dengus nafasnya yang terdengar pendek dan pelan.Tampak dia semakin lemah.
“Nes..lo kenapa?gue goyang-goyang tubuh Ines sambil terus memanggil namanya.Tapi tubuh di hadapan gue semakin lemas.Dengan panik gue cari telepon genggam gue.Langsung gue cari nama salah satu teman gue.
“Ki..Ines kejang-kejang Ki!gue berkata dengan panik pada Riski ,teman gue.
“Kejang-kejang gemana maksud lo?Riski masih bingung dengan kata-kata gue yang tiba-tiba.
“Dia kejang-kejang,nafasnya pelan,badannya lemas!gue memberi penjelasan sejelas mungkin.
“Di mana lo berdua sekarang?Riski bertanya
“Ada di rumah gue!gue jawab dengan singkat sambil terus memegang Ines.
“Lo tunggu di situ.Usahain Ines tetap sadar!pembicaraan kami pun terputus.Gue terus menggoyang-goyang tubuh Ines agar tetap sadar.Tapi tubuh Ines semakin lemah dengan muka yang semakin pucat.Busa mulai keluar daru mulutnya.Gue mulai takut.Ketakutan gue mulai bertambah ketika tubuh Ines mulai hilang kesadaran.
“Nes...Bangun Nes!tak ada reaksi dari tubuh Ines.Hanya tubuhnya yang semakin dingin dan dingin.Keringat dingin pun semakin banyak keluar dari tubuh gue sendiri.
“INES.....!!!!
***
Gue turun dari mobil.Gue berjalan menuju ruang kuliah.Tapi gue berbelok arah ketika melihat Riski dan teman-teman gue yang lain nongkrong di salah satu kantin.Mereka tampak tertawa-tawa.Entah apa yang mereka bicarakan.
“Wish...lo telat datang Dip!Riski berkata saat gue menempati satu kursi disebelahnya.
“Gara-gara lo kan gue telat!gue berkata tanpa antusias mengingat tadi malam kita pesta putaw.
“Ada kuliah apa?gue bertanya sambil menyalakan sebatang rokok.
“Sejak kapan lo tertarik sama kuliah bos!Riski menjawab sambil tertawa.Sialan anak ini.Memang gue salah tanya kaya gitu.
“Ada yang lebih seru daripada kuliah!Riski berkata dengan semangat.
“Apa maksud lo?gue ga ngerti!
“Y...!lo liat cewek di sana?Riski berkata sambil menunjuk seseorang di kantin seberang.Mata gue ngikutin arah telunjuk Riski.Tampak seorang cewek dengan kacamata nerd sedang membaca sebuah buku .Rambutnya panjang diikat ekor kuda.Kulitnya putih.Tubuhnya gue kurang tahu karena dia sedang duduk.
“Terus..?gue bertanya belum mengerti.
“Kalo lo bisa bawa dia ngumpul sama kita,gue bakal traktir lo putaw!Riski berkata sambil tersenyum.
“Kalo gue ga bisa?gue bertanya kalo seandainya gue gagal.
“Sebalikya!Riski berkata dengan santainya.Sebenarnya ga masalah gue kalah.Toh gue punya banyak duit buat traktir Riski dan yang lain.Tapi kalo gue menang lumayan juga.Gue bisa make tanpa harus keluar duit.
“FYI aja Dip,dia cewek baik-baik loh!Anton tiba-tiba berkata  di belakang gue.Gue ga peduliin omongan Anto.Gue keluar kantin.Menghubungi seseorang.
***
Malam itu dingin.Tapi gue ga ngerasain dingin.Justru malam yang dingin itu bikin gue berkeringat.Keringat dingin.Gue lirik Riski yang duduk diam di sebelah gue.Gue pandangi pintu IGD yang sejak lima belas menit yang lalu tertutup dengan tubuh Ines di dalamnya bersama orang-orang berpakaian putih yang berusaha menolongnya.
Nes...Lo ga boleh ninggalin gue.Gue sayang lo Nes.Gue berkata dalam hati berharap Ines akan mendengar suara gue di dalam sana.Gue tutup muka gue dengan kedua telapak tangan.Berusaha berdoa untuk kebaikan Ines.Kenapa disaat seperti ini gue baru berdoa.Berdoa dengan mengingat Tuhan.Kenapa baru sekarang?
Tiba-tiba pintu IGD terbuka.Keluar seorang lelaki dengan jas putih.Gue dan Riski menghampiri lelaki tersebut.
***
Namanya Nesya Wulandari.Biasa dipanggil Ines.Anak fakultas ekonomi.Satu tahun di bawah gue.Termasuk mahasiswa berprestasi.Anak tunggal.Ortunya tinggal dan kerja di luar kota.Tinggal di rumahnya bersama seorang pembantu perempuan.Hobinya membaca.Sering hangout ke toko buku.
Gue masih membaca daftar tentang Ines dari informan gue.Belum ada catatan buruk tentang dia.Owh...jadi ini maksud si Anto anak baik-baik.Ini bakal jadi tantangan yang menarik buat gue.Gue lipat kertas tersebut.Gue berjalan mencari seseorang.
“Hai...gue Dipa!gue berkata sambil mengulurkan tangan pada seorang cewek dengan kacamata nerd di taman belakang ruang kuliah.Cewek tersebut berpaling dari bukunya dan menatap gue.Sejenak dia diam namun segera tersenyum.
“Hai...gue Ines!dia berkata sambil menyambut uluran tangan gue.
“Lo kayaknya asyik banget sama buku lo!gue berkata sok akrab dan duduk disebelahnya.
“Oh ya.Ga juga ah.Cuma buat ngisi waktu luang aja!dia berkata dengan santai dan menutup buku yang dia baca.Gue sempat terpana saat dia melepas kacamata nerdnya.Cewek ini manis juga.Kami ngobrol cukup lama.Sesekali gue tunjukin senyuman maut gue.
Ines itu bukan cewek nerd kaya kacamatanya.Dia cewek yang cukup gaul dari segi penampilan.Dia hanya terkesan pendiam.Pendiam bukan berarti tak punya teman.Terbukti banyak yang mengenalnya.Tapi harus gue akui,dia memang cewek baik-baik.Ga pernah clubing,ga minum,ngerokok,dan hal-hal buruk yang lain.Dan yang pasti dia ga punya cowok.Gue ga tau dia tau gue yang sebenarnya atau ga.Mungkin aja dia sudah tau dari teman-temannya.Tapi apa perduli gue.Yang penting dia masih mau dekat sama gue.
Hari demi hari berlalu.Gue sama Ines makin dekat.Ya iyalah.Siapa yang ga terpesona dengan seorang Dipa Amarullah.Cewek-cewek di fakultas juga tau siapa gue.Entah karena sifat nakal gue,kegantengan gue,gue ga tau.Yang jelas itu ga merubah hubungan gue sama Ines.Gue sering nganterin dia ke mana-mana.Ke toko buku,belanja,atau ke tempat-tempat lain.Gue juga terpesona sama sifat Ines yang pintar ngebawa diri,wajahnya yang manis.Dan gue ga tahan untuk ga nyatain cinta ke dia.Perasaan gue ga bertepuk sebelah tangan.Dia nerima cinta gue.Dan kami pun resmi pacaran.
Lain dulu lain sekarang.Karena gue dia bukan Ines yang dulu.Sekarang dia mulai mengenal dunia malam.Club,rokok,mabuk,bahkan obat pun mulai dia kenal.Dan itu dia kenal dari gue.Miris memang. Ga seharusnya gue menjerumuskan dia.Tapi..toh dia juga mau.Dia ga pernah nolak kalo gue suruh buat make.Jadi apa salahnya.Gue sayang dia,dia sayang gue.
“Nih!Riski menyeragkan bungkusan plastik ke gue.
“Tumben banyak?gue bertanya sedikit heran.
“Ada bonus karena kita pelanggan tetap Dip!Riski berusaha menjelaskan.Gue Cuma tersenyum senang.Gue tarik tangan Ines masuk mobil gue.Gue melesat membelah jalanan kota menuju rumah gue.Begitu sampai di rumah gue,gue sama Ines langsung menuju kamar gue.Gue ga perlu takut sama ortu gue karena ortu gue sama kaya ortu Ines.Kerja dan tinggal di luar kota.Mungkin ini yang bikin gue sama Ines terjerumus.Kurang kontrol orang tua.Persetan dengan itu semua.Yang penting gue bisa nikmati obat bareng Ines.
Gue ga ingat berapa banyak yang udah gue suntikin.Yang jelas gue ngerasa nikmat banget.Begitu juga dengan Ines.Sesekali kami menghisap rokok berdua.Menikmati perasaan nikmat ini.Gue pun senyum-senyum sendiri.Membiarkan Ines yang kembali menyuntikkan putaw entah sudah yang keberapa kali.
***
Lubang itu mulai tertutup tanah merah yang masih terlihat basah.Isak tangis dari mama Ines masih terdengar.Papa Ines dengan tabah memegang pundak istrinya.Mereka berdua tidak menyangka anak semata wayang yang selama ini bersikap baik akan meninggal dengan cara yang tragis.Begitu juga dengan teman-temannya.Gue hanya bisa menatap mereka dengan nanar dari balik kacamata hitam gue.
Lubang itu makin tertutup hingga menjadi gundukan tanah merah dengan dua papan menancap di kedua ujungnya.Doa terakhir pun dibacakan oleh seseorang yang sudah cukup tua.Setelah doa selesai,dengan masih terisak mama  Ines menabur bunga.Para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman.Begitu juga dengan kedua orang tua Ines.Gue masih berdiri di situ dengan tatapan kosong.
“Gue duluan Dip!Riski berkata dan meninggalkan gue yang mulai sendiri.Gue ga menjawab.Hanya membisu.Gue dekati gundukan tanah merah tersebut.Berdiri sejenak kemudian berjongkok di salah satu sisinya.
Gue masih bisa mencium bau tanah tersebut,seperti gue mencium bau parfum Ines malam itu.Gue pandangi kembali gundukan tanah merah dengan bunga warna-warni bertebaran di atasnya.
Nes...secepat itukah lo ninggalin gue?Maafin gue Nes.Ini semua gara-gara gue!gue berkata dalam hati berharap Ines bisa mendengar gue.
“Kamu Dipa?tiba-tiba seseorang memegang pundak gue.Gue menoleh.Tampak Papa Ines berdiri di belakang gue dengan raut muka sedih.
“Iya om!gue menjawab tanpa semangat.
 “Ini kami temukan di meja belajar Ines.Buat kamu! dia menyerahkan sebuah amplop berwarna biru lembut dengan gambar burung kecil.Gue terima amplop tersebut.Papa Ines kembali pergi meninggalkan gue.Gue buka amplop tersebut.Didalamnya terdapat kertas dengan gambar dan warna senada.Serangkaian kata tersusun dengan rapi di kertas tersebut.

Dear Dipa

Saat lo baca ini,gue ga tau ada di mana dan keadaan gue kaya apa.Tapi satu yang pasti,gue selalu sayang sama lo.Gue ga pernah nyesel kenal lo.Gue ga pernah nyesel pacaran sama lo.Walaupun gue tau,gue rusak sama lo.Satu pesan gue.Cukup gue yang terakhir.Jangan pernah lagi lo nyuruh cewek untuk berbuat buruk.Mereka bakal nurutin parmintaan lo karena mereka sayang sama lo.Seperti gue yang ga pernah bisa nolak apa mau lo.


Salam sayang
Ines


Gue lipat kembali kertas tersebut.Gue genggam tanah merah yang masih terasa basah tersebut.Butir-butir bening pun merembes keluar,membasahi pipi dan menetes ke tanah merah bersamaan dengan jatuhnya daun-daun beringin berwarna kuning  yang turut prihatin.


by Nhora Chan






















You may also like

No comments: