[Cerpen] 18 Tahun

4 Comments

Aku membenci ulang tahun sama halnya aku membenci ayah. Bagiku ulang tahun hanya pengingat luka yang tak akan pernah sembuh.  Pengingat akan sosok ibu yang tak akan pernah kembali ke sisiku. Dan itu semua karena ayah.

***

Malam itu ibu memanggilku dari ruang makan. Di sana ibu sudah memegang sebuah kue. Kue itu berwarna coklat dengan krim putih menghiasi bagian atasnya. Beberapa buah cherry berjajar di bagian tengah. Ada 7 buah lilin menyala terang di pinggirannya. Ibu meletakkan kue itu di meja makan, tepat dihadapanku.
"Jadi seharian ibu membuat ini?" Aku masih takjub memandang kue ulang tahunku yang pertama di usiaku yang menginjak 7 tahun. 
"Ya ibu rasa mulai sekarang perlu merayakan hari ulang tahunmu". Ibu tersenyum dan duduk di depanku.
"Di sekolah teman-teman sering bercerita tentang pesta ulang tahun. Bolehkan aku mengundang mereka ke rumah besok bu? Aku mau pamer kalo ibuku pembuat kue yang hebat". 
"Tentu anak manis. Kamu boleh mengundang mereka besok. Ibu akan menyiapkan pesta kecil-kecilan di halaman belakang".
"Asik". Aku segera menyorongkan tanganku untuk mencolek sedikit krim yang terlihat sangat manis dan lezat.
"Mega, berdo'a dulu, buat permintaan dan tiup lilinnya". Ibu menahanku yang terlihat tak sabaran.
"Ah ibu benar". Aku tersenyum lebar, memejamkan mata dan mulai berdo'a. 

Saat aku bersiap meniup lilin, ayah muncul di ambang pintu. Terlihat lelah dengan mata merah. Aku tidak suka ayah. Dia selalu membuat ibu menangis. Ayah berjalan cepat ke arah ibu, menarik tangan ibu yang terlihat mungil di genggamannya.
"Perempuan murahan. Jadi kamu berduaan dengan lelaki lain saat aku bekerja. Kamu kira aku tak tahu?"
"Mas,  dia Aldo. Kamu tahu sendiri dia temanku. Dia hanya mampir untuk mengantar pesananku".
"Kamu pembohong. Sini kamu". Ayah berusaha menarik ibu ke dapur. Ibu berusaha melawan. Pertengkaran mereka membuat meja makan terbalik ke lantai. Kue ulang tahunku hancur berantakan. Aku berlari ke ambang pintu, menangis ketakutan, sementara ayah berusaha menyeret ibu ke dapur. 

Suara teriakan mereka berhenti. Aku memberanikan diri melihat mereka berdua. Ayah terduduk membelakangiku, terdiam. Sementara ibu, tak bergerak dengan darah di kepalanya. Aku tak ingat dengan pasti apa-apa setelahnya. Yang aku ingatjelas, tak ada pesta seperti yang ibu janjikan. Hanya upacara pemakaman yang tak dipahami oleh anak berusia 7 tahun sepertiku. Dan ayah, tentu saja dia dipenjara.

***

Aku membenci ulang tahun sama halnya aku membenci diriku, yang tak bisa membantu ibu. Aku hanya bisa menangis, menyedihkan. Bayangan 11 tahun lalu masih jelas sekali diingatanku. Dan itu semua karena ayahku.

Ayahku. Ya, hari ini adalah hari pembebasannya. Apa aku senang? Tentu. Aku merindukan ayah, sama seperti aku merindukan ibu. Dan aku akan menyambutnya dengan istimewa. Biar ayah tahu putrinya ini begitu merindukannya. Seperti sekarang, aku berdiri di depan pintu dengan buket bunga mawar merah di tanganku, memakai baju bagus, dan berdandan cantik agar ayah senang. Dan tentu saja ayah senang. Matanya berkaca-kaca saat melihatku.
"Oh, Mega putriku. Kamu benar-benar mirip ibumu. Setelah 11 tahun akhirnya ayah bisa memelukmu. Ayah rindu padamu nak. Sekarang kamu sudah 17 kan?" Ayah memelukku. Aku kenal pelukan ini. Pelukan hangat yang sama, yang ayah berikan saat aku masih kecil. Rasanya aku ingin menangis.
"Aku juga rindu ayah. Dan kurasa...ibu juga". Pelukan ayah mengendur, pandangannya tak beralih dari wajahku. Tapi tangannya tak lagi memelukku.

Ayah roboh dengan cairan merah pekat yang tampak keluar dari luka dipunggungnya. Cairan itu makin banyak, merembes membasahi kemeja abu-abu yang dipakai ayah, dan mulai menetes ke lantai. 

Aku terduduk di samping tubuh ayah, terdiam, dengan pisau ditanganku. Ayah masih menatapku, air mata di pipinya masih bisa kulihat. Tapi tentu saja air mata kalah dengan darah yang kini menggenang di lantai. Tak ada rasa takut saat menyaksikan darah segar itu. Aku tak mau seperti 11 tahun yang lalu, menangis ketakutan. Aku tersenyum untuk ayah terakhir kalinya.
"Ayah, hari ini aku 18 tahun".

<<<>>>


You may also like

4 comments: