Dibalik Wajah-Wajah Tua

4 Comments
Gambar Ilustrasi: suaranews.com
Aku bergegas masuk ke salah satu mesin ATM yang berada di depan sebuah mini market. Aku perlu menarik tunai sejumlah uang untuk membayar uang semester. Transaksi di dalam pun tak berlangsung lama, hanya butuh beberapa menit. Begitu keluar aku segera menyalakan motor dan bergegas ke bank.

Tapi niat untuk bergegas malah kuurungkan. Alih-alih segera pergi, aku malah diam di atas motorku. Pandanganku tertuju pada seorang nenek tua yang berada beberapa meter dari tempatku parkir motor. Nenek itu duduk lesehan dengan payung yang sudah usang di tangan kanannya. Di depannya terhampar beberapa sisir pisang yang tampak matang, beralaskan karung. Dari melihat aku yakin kalo pisang-pisang tersebut dijual. Sejenak aku cuma memandang, sambil memikirkan sesuatu. 

Banyak orang yang berlalu lalang, tapi hanya melihat kemudian pergi. Tak ada yang berniat membeli. Aku pun turun, mendekat ke nenek tersebut. Tanpa bertanya harga, aku membeli dua sisir pisang dan menyerahkan selembar uang lima puluh ribu. Si nenek membungkus pisang yang kupilih dan memberi kembalian. Setelah saling berterima kasih, aku beranjak pergi.

Dalam perjalanan menuju bank, aku berpikir. Sungguh aku merasa iba bila melihat orang-orang lanjut usia yang harus bekerja di luar sana. Seperti nenek tadi. Aku belum tahu pisang yang kubeli mau kuapakan, tapi melihat senyum nenek yang melihatku saat membeli, aku sangat senang.

Aku jadi teringat pedagang-pedagang tua yang pernah aku temui. Mulai dari kakek penjual harum manis di depan kampus, nenek penjual kue tradisional yang sering lewat di depan kos, Kakek tukang sol sepatu dekat kampus, atau bapak tua penjual putu yang tiap malam menjajakan dagangannya dengan bersepeda onthel. Semua memiliki kisah sendiri. Tapi kebanyakan cerita mereka bikin sedih. Yang paling sedih itu si kakek penjual harum manis yang dilupakan oleh anaknya dan harus berjualan agar bisa makan. 

Siapa yang ga iba kalo tahu yang kaya gini. Aku memikirkan kedua orang tuaku. Bagaimana kalo seandainya itu orang tuaku, walaupun aku berjanji itu tak akan terjadi pada kedua orang tuaku. Atau, bagaimana kalo seandainya itu aku saat tua nanti. Sungguh aku tak bisa membayangkan. Aku mungkin tak punya banyak uang, tapi dengan membeli aku bisa melihat wajah senang mereka. 


You may also like

4 comments:

  1. Semoga kita bisa menjadi anak yang berbakti dan tidak menelantarkan orang tua. :)

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum mba Nur, salam kenal yaaaa senang bisa berkunjung ke blogmu hehe.. kapan kapan mampir ke blogku ya.
    sedih dan terharu mendengar kisah yang sederhana yang mba paparkan. semoga Allah membalas kebaikan mba :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waalaikumsalam...salam kenal juga mbak Tya. Makaaih udah mampir :D

      Delete