Surat Yang Tak Pernah Terkirim

4 Comments
surat tentang masa lalu yang tak pernah terkirim
Sumber gambar
Untuk #BPN30DayChallenge2018 #Day7, aku memilih tema pengganti karena ya aku jarang banget makan di luar gitu. Kalaupun makan ya makan aja gitu ga terlalu memperhatikan situasi dan kondisi. Yang penting rasa ok di lidah. Jadi kalo mau nulis review tempat makan agak susah. 

Oleh karenanya aku memilih tema pengganti yaitu surat untuk seseorang. Agak aneh rasanya menulis surat sekarang ini mengingat kapan terakhir kali menulis surat untuk tugas kuliah. Tapi tak apa, hanya sebatas luapan rasa. Untuk siapa yok kira-kira suratnya? Seseorang yang akhir-akhir ini mengusik pikiran, membuat hari-hari ada yang kurang.

Ruang Khayal, November 2018 
Teruntuk kamu,
Hai, apa kabar? Terlalu klasik kan? Bagaimana kalau kita ganti...Hai, masih menyimpan gantungan kunci pesut mahakam yang kita beli kembaran di festival Kota Tepian 3 tahun lalu? Begitu lamanya. Kalau kamu tau maksud pertanyaanku, kamu pasti tau aku. Mungkin.
Gantungan kunciku masih, hanya saja warnanya sudah kusam. Tak pernah kugunakan. Hanya kupajang diam. Kulihat kala ingin mengenang. Tapi memangnya kamu tau? 
Akhir-akhir ini bayangmu mengusikku. Sering muncul tanpa diminta, lalu pergi begitu saja. Sama seperti dirimu. Meninggalkanku dalam tanya, berteman kenangan. Ingin kudapat jawaban tapi tak ada lagi sosokmu di sini, saat ini. 
Memoriku selalu berpangkal pada pertemuan pertama kita. Pertama? Mungkin tidak juga. Hanya saja aku selalu menganggap pertama, karena di sana kita berkenalan, berjabat tangan lalu memulai pembicaraan hingga berlanjut chattingan. 
Aku ingat waktu itu siang yang cukup panas, hari minggu. Aku mengirim pesan, memintamu untuk mengantar membeli sandal gunung yang akan kupakai camping. Tanpa menjawab pesanku kamu tiba-tiba ada dihadapanku"Ayo, katanya mau beli sandal". Aku bergegas untuk bersiap. Lalu kita pergi menyusuri jalan di siang yang panas menuju salah satu mall di Kota Tepian.  
Tanpa meminta persetujuanku, kamu sudah memilih sandal gunung simpel warna hitam dengan corak biru yang cerah. Dan kamu memintaku untuk mencoba. Aku duduk lalu kamu menunduk, mengambil sebelah kakiku, memasang sebelah sandal gunung itu. "Tuh kan, pasti pas". Aku diam, malu. Pada akhirnya sandal itu kubeli padahal aku tak suka warna biru. 
Pernah juga suatu malam aku mengeluh mual ingin muntah. Dan seperti biasa kamu tiba-tiba datang tanpa kuminta. Membawa makanan dan obat magh. "Udah jadi jagoan sampe lupa makan? Ngerjain skripsi tuh jangan juga lupa makan". Besoknya kamu mengantarku ke dokter, dan benar sakit magh. Bahkan kamu lebih paham ketimbang diriku. 
Atau kejadian sore itu ketika aku mabuk kendaraan sehabis pergi liburan. Sungguh untuk mengangkat kepala pun aku tak mampu. Dengan sabar kamu menungguiku, di terminal yang sudah mulai sepi. Sepanjang perjalanan pulang, kepalaku bersandar di punggungmu dengan pasrahnya. "Gila ya kepalamu berat juga", katamu waktu itu. 
Kamu masih ingat? Mungkin. Atau juga tidak. Tapi ya memang seperti itu hubungan kita. Terlalu istimewa dibilang teman, untuk serius pun enggan. Hanya saja semua terasa nyaman. Tapi ketika akhirnya aku pergi, kamu hanya diam. And then I left because you never asked me to stay.  
Dariku
Ans


#BPN30DayChallenge2018 #Day7


You may also like

4 comments:

  1. "I left because you never asked me to stay" jleb mbak :")

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaitu mbak kalo inget masih nyesek sampe sekarang

      Delete
  2. wah aku juga sudah lama gak krim suart terakhir ya kirim surat bt pacar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah mbaknya masih ngalami kirim surat buat pacar. Tahun berapa tuh?

      Delete