Kak Senik Namanya

4 Comments
Orang dengan gangguan jiwa

Namanya Senik. Aku dan teman-temanku memanggilnya Kak Senik. Usianya sekitar 25. Kulitnya putih dengan rambut hitam panjang. Bagi orang yang pertama bertemu, Kak Senik tampak seperti orang pada umumnya. Tapi bagiku dan teman-temanku, Kak Senik adalah orang gila.

"Jangan panggil Kak Senik orang gila."
"Kenapa mak? Hari ini saja dia lagi-lagi berlari ke arah kami, tertawa-tawa, lalu menangis. Untung pagar rumahnya terkunci. Kata Andri itu namanya orang gila."
"Kak Senik itu sedang sakit."
"Sakit apakah mak seperti itu?"
"Gangguan jiwa."

Aku masih ingat percakapanku dengan mamak ketika aku kelas 5 SD tentang Kak Senik. Dulu aku tak paham apa itu gangguan jiwa. Tapi beranjak besar aku mulai paham, begitu pun dengan kondisi Kak Senik saat itu.

Kak Senik dulunya sehat seperti orang pada umumnya. Setelah menikah, dia pindah ke kota dengan suaminya. Dua tahun menikah, Kak Senik dipulangkan ke kampung, ke rumah orang tuanya. Suaminya sudah tak sanggup dengan kondisi Kak Senik. Lebih tepatnya tak sanggup dengan kondisi kejiwaan Kak Senik yang terganggu. 

Kak Senik mengalami gangguan jiwa bukan tanpa sebab. Dia menjadi seperti itu karena kehilangan bayi dalam kandungannya, keguguran. Karena tak bisa menerima kenyataan, jadilah gangguan jiwa. Setiap melihat anak-anak, dia akan berlari mendekat, tertawa-tawa lalu menangis. Tentu hal ini menjadi momok menakutkan bagiku dan teman-temanku saat itu karena lokasi bermain kami tak jauh dari rumahnya.

Kak Senik dirawat di rumah. Pihak keluarga tak pernah membawanya ke rumah sakit jiwa karena bagi mereka rumah sakit jiwa tempatnya orang gila, sedangkan Kak Senik hanya sedikit depresi. Tapi kondisi kejiwaan Kak Senik tak kunjung sembuh, malah semakin diperparah dengan perceraian yang diterimannya dari sang suami. Hari-harinya dihabiskan dengan berteriak, tertawa, dan menangis tanpa sebab.

Aku sudah tak mengikuti perkembangan kondisi Kak Senik saat beranjak remaja. Apalagi semenjak kuliah. Akupun tak bertanya pada mamak tentang kondisinya. Terakhir aku melihatnya saat libur kuliah beberapa bulan yang lalu. Saat itu mamak memintaku membeli sesuatu di warung depan gang. Saat melihat Kak Senik, aku masih merasa takut, sama seperti saat kelas 5 SD dulu. Walaupun mulai terlihat tua, aku masih bisa mengenali perempuan yang mengambil sayur tak jauh dari tempatku berdiri. 

Kulitnya masih saja  putih. Rambutnya kini pendek sebahu dan tampak beberapa helai yang memutih. Dia tak lagi berteriak, tertawa, atau menangis tiba-tiba, tapi gurat-gurat kesedihan nampak jelas dalam tatapannya. Saat dia pulang, kutatap punggungnya yang semakin menjauh. Ah Kak Senik, malang nian hidupmu.


“Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Aku dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan oleh Liza Fathia dan Si Tunis

http://liza-fathia.com/giveaway-aku-dan-orang-dengan-gangguan-jiwa/#comment-13833



You may also like

4 comments:

  1. kasihan ya.. kehilangan 2x, sedih sebenernya kisahnya,

    btw semoga menang ga nya

    ReplyDelete
  2. Saat saya sedang bermain, tiba-tiba datang seorang gila menghampiri, rasanya bulu kuduk kala itu merinding semua.

    ReplyDelete